
Sekaltim.co – Wacana redenominasi rupiah kembali mencuat seiring kebutuhan Indonesia untuk memperbarui sistem keuangan agar lebih efisien dan modern. Namun para ekonom mengingatkan, kebijakan ini tidak boleh terjebak pada euforia menghapus tiga nol semata. Redenominasi adalah proses ekonomi–politik yang sangat bergantung pada stabilitas makro dan tingkat kepercayaan publik.
Menanggapi wacana redenominasi rupiah tersebut, Ekonom UNUSIA, Dr. Muhammad Aras Prabowo, M.Ak, menjelaskan bahwa banyak negara punya kisah sukses maupun kegagalan dalam menerapkan redenominasi.
Turki dan Rumania disebut sebagai contoh keberhasilan. Turki yang dulu terkena hiperinflasi pada 1990-an, baru berani menjalankan redenominasi setelah inflasinya terkendali dan kredibilitas kebijakan moneternya pulih.
Transisi dilakukan bertahap, memakai sistem dua harga, dan disertai edukasi besar-besaran. Hasilnya, masyarakat menerima perubahan dengan tenang dan kepercayaan terhadap lira meningkat.
Berbanding terbalik, pengalaman Brasil dan Argentina menunjukkan sisi gelap redenominasi yang dipaksakan tanpa fondasi ekonomi kuat. Argentina bahkan sudah enam kali menghapus nol dari mata uangnya, tetapi tetap terjebak inflasi tinggi.
Masalah utamanya bukan pada teknis kebijakan, melainkan lemahnya disiplin fiskal, inflasi yang tak terkendali, dan rendahnya kredibilitas pemerintah. “Akhirnya setiap redenominasi hanya menjadi kosmetik moneter tanpa mengubah kondisi ekonomi,” ujar Aras dalam keterangannya, Sabtu 15 November 2025.
Pelajaran penting bagi Indonesia adalah tajam: redenominasi hanya bisa sukses jika ekonomi stabil, inflasi rendah, dan komunikasi publik dilakukan dengan sangat jelas.
Meski Indonesia punya infrastruktur pembayaran digital yang jauh lebih siap dibanding satu dekade lalu, aspek psikologis dan politik tetap jadi penentu.
Aras menegaskan pentingnya membedakan antara redenominasi dan sanering. Masalah persepsi inilah yang sering bikin masyarakat panik, terutama UMKM dan kelompok berpendapatan rendah.
Jika masa transisi dua harga tidak diawasi ketat, pedagang dapat menaikkan harga perlahan lewat pembulatan.
Sebelumnya Pemerintah melalui Kementerian Keuangan secara resmi telah memasukkan penyusunan regulasi redenominasi rupiah ke dalam Rencana Strategis 2025-2029. Hal ini ini ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 70 Tahun 2025, yang mulai berlaku pada Oktober 2025.
Agenda utamanya adalah mempersiapkan Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan Harga Rupiah (Redenominasi) pada tahun depan. Tujuan kebijakan ini, seperti tercantum dalam PMK, adalah untuk menciptakan efisiensi perekonomian dan meningkatkan daya saing nasional.
Redenominasi rupiah merupakan penyederhanaan jumlah digit mata uang tanpa mengubah nilai riilnya. Misalnya, uang Rp 1.000 akan menjadi Rp 1, dan harga barang Rp 10.000 akan ditulis Rp 10 setelah redenominasi diterapkan.
Indonesia disarankan tidak terburu-buru mengambil kebijakan redenominasi rupiah. Redenominasi bisa menjadi momentum penataan sistem moneter, asalkan berjalan di atas fondasi ekonomi kuat dan strategi komunikasi yang matang. Jika tidak, kebijakan ini berpotensi menjadi bumerang. (*)






