Sidang DPD RI Diwarnai Kericuhan, Berakhir dengan Kesepakatan Harmonisasi Tata Tertib

Jakarta, SEKALTIM.CO – Sidang Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI yang digelar pada Jumat, 12 Juli 2024, sempat diwarnai kericuhan namun berakhir dengan kesepakatan untuk mengharmonisasi tata tertib, khususnya terkait pemilihan pimpinan DPD RI.

Insiden bermula ketika pimpinan sidang DPD RI yang juga Ketua, AA LaNyalla Mahmud Mattalitti, tengah membacakan rancangan perubahan tata tertib dan tidak merespons interupsi dari beberapa anggota.

Situasi memanas hingga sejumlah anggota DPD maju ke depan, menunjuk-nunjuk La Nyalla, dan berusaha merebut palu sidang. Petugas pengamanan dalam (pamdal) dengan sigap membentuk barikade, dan sidang akhirnya diskors untuk meredakan ketegangan.

Meski sempat ricuh, Sidang Paripurna DPD RI Masa Sidang V Tahun 2023-2024 ini berakhir dengan suasana yang lebih kondusif.

Peserta sidang bahkan saling bermaafan setelah mencapai kesepakatan mengenai langkah selanjutnya dalam pembahasan tata tertib.

Nono Sampono, salah satu pimpinan sidang, membacakan kesimpulan akhir: “Kesimpulannya adalah, keputusan dari Timja akan diharmonisasi PPUU. Saat proses harmonisasi itu nanti akan diundang Pansus, karena Timja tidak berdiri sendiri. Materi Timja itu dari Pansus.”

Sebelumnya, pembahasan mengenai tata cara pemilihan Pimpinan DPD RI telah melalui proses panjang.

Panitia Khusus (Pansus) yang dibentuk untuk membahas hal ini belum menghasilkan kesimpulan setelah enam bulan bekerja dan mendapat perpanjangan tiga bulan.

Akhirnya, pembahasan diserahkan kepada Pimpinan DPD RI yang kemudian membentuk Tim Kerja (Timja) Tata Tertib DPD RI.

LaNyalla membacakan beberapa poin penting hasil Timja, termasuk:

1. Pemilihan Pimpinan DPD RI dilaksanakan melalui sistem paket.
2. Syarat menjadi Pimpinan DPD RI meliputi tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah berkekuatan hukum tetap untuk tindak pidana dengan ancaman 5 tahun atau lebih, serta tidak pernah melanggar tata tertib dan kode etik.
3. Paket pimpinan harus mendapat dukungan minimal dari sejumlah anggota di setiap sub wilayah.
4. Setiap anggota hanya boleh mendukung satu bakal calon paket Pimpinan DPD.
5. Jika hanya ada satu calon paket yang memenuhi syarat, maka langsung ditetapkan sebagai pimpinan terpilih.

“Termasuk pengaturan tentang pemilihan Pimpinan DPD RI yang dilaksanakan melalui sistem paket, yang merupakan hasil rumusan Pansus Tatib, Tim Kerja tidak mengubah rumusan tersebut. [Pasal 91 ayat (1)],” kata LaNyalla membacakan keputusan Timja,  dikutip dari laman resmi DPD RI.

Wakil Ketua DPD RI, Sultan B Najamuddin, menekankan pentingnya proses harmonisasi ini untuk memastikan tata tertib DPD RI tidak bertentangan dengan aturan yang lebih tinggi, seperti UU MD3 dan konstitusi.

“Kalaupun dinamika tadi mungkin agak tinggi tapi di ujung ketemu bahwa memang pertama kita tetap ada rule of the game-nya, ada aturan mainnya, ada tatib kita sendiri yang sedang kita ubah. Nah satu pintu yang tadi disadari oleh teman-teman ternyata memang harus diharmonisasi. Nah diharmonisasi inilah nanti oleh ketua PPU dan teman-teman yang akan memastikan bahwa tartib DPD RI itu tatib yang tidak melanggar aturan-aturan lain. Apalagi aturan-aturan di atasnya. Yaitu, apa? Ada undang-undang MD3 yang lebih tinggi lagi adalah konstitusi. Karena ketika itu terjadi pasti cepat atau lambat tata tertib itu sendiri nanti akan berpotensi keliru atau melanggar hukum,” ungkap Najamuddin.

Kesepakatan untuk mengharmonisasi tata tertib melalui Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU) DPD RI diharapkan dapat menjembatani berbagai aspirasi dan memastikan DPD RI memiliki aturan main yang jelas dan sesuai dengan perundang-undangan yang berlaku.

Peristiwa ini menunjukkan dinamika demokrasi yang hidup di lembaga perwakilan daerah, sekaligus menegaskan pentingnya dialog dan kompromi dalam menyelesaikan perbedaan pendapat di tubuh lembaga negara. (*)

Exit mobile version