
Sekaltim.co – Aksi demonstrasi menolak pengesahan Undang-Undang TNI di Kota Malang ricuh pada Minggu 23 Maret 2025, malam.
Para demonstran yang mengatasnamakan “Malang Turun ke Jalan” terlibat bentrokan dengan aparat di depan Gedung DPRD Kota Malang hingga menyebabkan terjadinya kebakaran dan kerusakan pada fasilitas gedung.
Dalam sejumlah video yang beredar di media sosial, massa aksi melemparkan molotov dan beberapa kali petasan ke arah Gedung DPRD Kota Malang.
Bom molotov mendarat di teras depan gedung hingga mengeluarkan kobaran api.
Namun, api tidak sempat menjalar lebih jauh karena langsung dipadamkan oleh petugas Pemadam Kebakaran (PMK) Kota Malang yang sebelumnya telah bersiaga di lokasi.
Demonstrasi yang berlangsung sejak sore hari itu awalnya berjalan damai dengan penjagaan ketat dari aparat gabungan TNI-Polri serta Satpol PP Pemkot Malang.
Dalam aksinya, massa membawa poster dan memasang spanduk berisi tuntutan penolakan pengesahan UU TNI yang telah disahkan DPR.
Massa aksi juga melakukan sejumlah aksi simbolis sebagai bentuk protes.
Situasi memanas ketika massa mulai melempar batu dan petasan ke arah gedung DPRD.
Melihat situasi yang semakin tidak terkendali, aparat kepolisian yang berjaga mengerahkan water cannon untuk memukul mundur massa aksi pada pukul 18.38 WIB.
Akibat kericuhan tersebut, sejumlah orang dari massa aksi dan anggota polisi mengalami luka-luka dan langsung dilarikan ke Rumah Sakit Saiful Anwar (RSSA) Malang.
Video korban terluka pun beredar di media sosial.
Menanggapi kejadian tersebut, Wakil Ketua DPRD Kota Malang, Rimza, menyesalkan tindakan anarkis yang dilakukan massa aksi.
Menurutnya, anggota dewan sebenarnya sudah mendapat arahan bahwa tujuh fraksi DPRD siap menerima audiensi dengan massa aksi.
“Kami ada tujuh fraksi di gedung dewan akan menemui masa dan teman-teman sudah memberikan ruang tapi tidak ada titik temu,” ungkap Rimza dikutip dari Antara.
Demonstrasi penolakan UU TNI yang berujung ricuh ini merupakan bagian dari rangkaian aksi protes yang terjadi di berbagai daerah setelah DPR mengesahkan revisi Undang-Undang TNI.
Pengesahan undang-undang tersebut menuai kontroversi karena dianggap dapat mengurangi supremasi sipil dalam politik Indonesia. (*)