NEWS SEKALTIMPERKARA

Kisah Pemilik Harimau Ilegal di Samarinda yang Sebabkan Korban Jiwa Namun Dituntut Ringan

SEKALTIM.CO – Kasus kepemilikan harimau ilegal menyita perhatian publik Samarinda Kalimantan Timur Kaltim. Seorang pria bernama Andri Soegianto atau akrab disapa Andre Soan terjerat kasus kepemilikan harimau benggala dan macan dahan tanpa izin. Kejadian nahas ini bahkan merenggut nyawa Suprianda, asisten rumah tangga (ART) yang bertugas memberi makan hewan buas tersebut.

Peristiwa mengerikan ini terjadi pada Sabtu 18 November 2023 lalu di rumah kontrakan Andri di Jalan Wahid Hasyim II, RT 11, Nomor 99, Kelurahan Sempaja Barat, Kecamatan Samarinda Utara. Lokasi pemeliharaan harimau ini terletak di kawasan padat penduduk, sungguh mengejutkan!

Sempat Gemparkan Samarinda

Tragedi yang menewaskan Suprianda (27) ini sempat menggemparkan warga Samarinda. Bagaimana tidak, harimau yang dipelihara di tengah pemukiman warga menewaskan manusia. Andri Soegianto, sang pemilik hewan buas tersebut, diketahui seorang pengusaha pemilik pusat kebugaran ternama di Kota Tepian.

Setelah kasus ini terungkap, Andri pun harus mempertanggungjawabkan perbuatannya secara hukum. Pekan lalu, jaksa penuntut umum (JPU) Kejaksaan Negeri Samarinda menuntut Andri hanya dengan pidana ringan, yaitu 3 bulan penjara.

Tuntutan Jaksa Dianggap Terlalu Ringan

Dalam pembacaan surat tuntutan pada sidang ke-8, JPU Indra Rivani meminta hakim menyatakan terdakwa Andri Soegianto terbukti melakukan tindak pidana “yang karena kelalaiannya menyebabkan orang lain mati” sesuai Pasal 359 KUHP.

Sidang pembacaan surat tuntutan JPU itu digelar di Pengadilan Negeri Samarinda pada Kamis 4 April 2024 lalu. Kasus itu pun terdaftar pada nomor perkara 106/Bid.P/LH/2024/PN Smd dengan JPU Stefano. Andri didakwa Pasal 40 (2) juncto Pasal 21 (2) huruf a UU RI Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, ancaman hukuman maksimal 3 tahun penjara.

Namun, tuntutan 3 bulan penjara ini dianggap terlalu ringan oleh banyak pihak. Pasalnya, dalam pasal tersebut, hakim dapat menjatuhkan hukuman pidana penjara maksimal 5 tahun atau pidana kurungan maksimal 1 tahun kepada terdakwa.

Keluarga Korban Memaafkan, Tersangka Beri Tali Asih

Meski mendapat tuntutan ringan, Andri beruntung karena keluarga korban, Suwarni selaku istri Suprianda, telah memaafkannya. Suwarni mengaku telah lama mengetahui pekerjaan suaminya sebagai pengasuh harimau milik Andri.

“Bapak AS (Andri Soegianto) itu orangnya baik, almarhum suami saya sudah dianggap sebagai adiknya sendiri, sehingga kebaikan inilah yang membuat saya memaafkan dan kami sepakat menempuh jalur damai,” ungkap Suwarni, kepada wartawan, Kamis 18 April 2024.

Ia pun berharap agar Andri dihukum seringan mungkin karena musibah ini terjadi tanpa unsur kesengajaan. Sebagai bentuk tanggung jawab, Andri memberikan tali asih berupa uang tunai Rp250 juta, tanah seluas 150 meter persegi, dan beasiswa pendidikan hingga jenjang perguruan tinggi untuk anak-anak korban.

Kesepakatan damai antara kedua pihak ini bahkan dituangkan dalam Surat Perjanjian Perdamaian yang ditandatangani pada 13 Desember 2023. Dalam surat tersebut, Andri meminta maaf atas musibah yang menimpa Suprianda serta menyatakan kesediaannya memberi tali asih kepada keluarga korban.

Selain itu, sudah ada perdamaian antara (keluarga) korban dengan terdakwa ini. Sudah ada uang tali asih yang diserahkan sebesar Rp300 juta, kemudian juga ada kewajiban bagi terdakwa berjanji untuk membiayai atau beasiswa anak-anak korban.

Ancaman Hukuman Kepemilikan Satwa Liar Ilegal

Berdasarkan penyelidikan, harimau yang dipelihara Andri merupakan jenis harimau benggala, bukan harimau sumatera seperti dugaan awal. Namun, kepemilikan satwa liar, baik harimau sumatera, harimau bengala, maupun macan dahan tanpa izin resmi jelas merupakan pelanggaran hukum.

Harimau sumatera dan macan dahan masuk dalam kategori satwa liar yang dilindungi berdasarkan UU Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya serta Permen LHK RI Nomor P.106/2018.

Menurut Pasal 21 ayat (2) UU Konservasi Hayati, setiap orang dilarang memiliki, menguasai, atau mengambil satwa liar yang dilindungi tanpa izin. Sementara Pasal 40 ayat (2) mengancam pelaku pelanggaran pasal tersebut dengan pidana penjara maksimal 5 tahun dan denda Rp100 juta.

Kasus Andri Soegianto telah membuka mata kita bahwa memelihara satwa liar di lingkungan pemukiman warga sangatlah berisiko tinggi. Pertaruhan nyawa menjadi taruhannya jika hewan buas lepas kendali. Semoga kisah tragis ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi kita semua.

Ayo, bersama-sama kita jaga kelestarian satwa liar dengan cara yang benar dan aman, yaitu dengan mendukung upaya konservasi alam oleh para ahli di habitat asli hewan-hewan tersebut. Jangan lagi ada tragedi serupa yang terulang di masa mendatang. (*)

Simak berita Sekaltim.co lainnya di tautan Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button