NUSANTARAWACANA

Menteri Agama Nasaruddin Umar Dorong Keterbukaan Tafsir untuk Hindari Monopoli

Jakarta, Sekaltim.co – Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar menekankan pentingnya berpikir kritis dan pembaruan pemikiran dalam memahami ajaran Islam. Hal tersebut disampaikan saat memberikan sambutan dalam Studium Generale Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKU-MI) di Aula VIP Masjid Istiqlal, Jakarta, Selasa 4 Februari 2025.

Dalam acara bertema “Mewujudkan Indonesia Sebagai Kiblat Peradaban Islam Rahmatan li An-Nisa,” Menag yang juga menjabat sebagai Imam Besar Masjid Istiqlal ini menyoroti pentingnya keterbukaan dalam menafsirkan ajaran Islam untuk menghindari monopoli tafsir oleh kelompok tertentu.

“Penting bagi setiap individu untuk memiliki keberanian berpikir kritis. Ulama besar lahir dari mereka yang berani memperbaharui pemikiran dengan tetap berpegang pada kaidah-kaidah yang kuat. Tanpa pemahaman yang mendalam, seseorang hanya akan memahami Islam di permukaan tanpa mampu menggali logika yang lebih dalam,” ujar Nasaruddin Umar.

Menag mengangkat contoh konkret mengenai bias gender dalam tafsir ayat Al-Quran, khususnya terkait kecenderungan patriarki dalam bahasa Arab. Salah satu contohnya adalah penafsiran ayat “Ar-Rijaalu Qawwaamuuna ‘ala an-nisa” yang sering diartikan sebagai kepemimpinan laki-laki atas perempuan.

Senada dengan Menag, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Dra. Hj. Aifatul Choiriyah Fauzi, M.Si mengapresiasi PKU-MI yang melibatkan calon ulama perempuan. Ia menekankan pentingnya kehadiran ulama dengan perspektif gender di tengah kompleksitas dinamika sosial.

“Kita memerlukan kader ulama atau pemimpin masa depan yang tidak hanya memegang teguh ajaran agama, tetapi juga berperan dalam kepemimpinan progresif yang berperspektif gender, memberdayakan perempuan dan melindungi anak Indonesia,” kata Menteri PPPA.

Aifatul Choiriyah juga memaparkan data yang mengkhawatirkan terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak. Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional (SPHPN) 2024 menunjukkan satu dari empat perempuan usia 15-64 tahun pernah mengalami kekerasan fisik dan/atau seksual.

Sementara Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2024 mengungkap bahwa 50,78 persen anak usia 13-17 tahun pernah mengalami kekerasan, dengan rincian 49,83 persen anak laki-laki dan 51,78 persen anak perempuan.

Acara ini dihadiri sejumlah tokoh penting, termasuk Ketua Majelis Musyawarah Kongres Ulama Perempuan Indonesia Nyai Hj. Dra. Badriyah Fayumi, Lc., M.A., Direktur PKU-MI Prof. Dr. KH. Ahmad Thib Raya, M.A., dan Manager Akademik PKU-MI Dr. Nur Rofiah, Bil. Uzm.

Program PKU-MI diharapkan dapat melahirkan generasi ulama dengan pemahaman keislaman yang luas, mendalam, dan kontekstual. Para ulama ini nantinya diharapkan mampu memberikan kontribusi bagi kemajuan Islam di Indonesia serta mewujudkan peradaban yang lebih inklusif dan berkeadilan.

Menag Nasaruddin Umar menegaskan bahwa kaum Muslimin dituntut menguasai ilmu secara menyeluruh, tidak hanya aspek ritual, tetapi juga dari sudut pandang linguistik, budaya, dan sejarah. Dengan pemahaman yang mendalam, umat Islam dapat menjaga nilai-nilai agama sambil tetap relevan dalam perkembangan zaman. (*)

Simak berita Sekaltim.co lainnya di tautan Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button