NUSANTARAWACANA

Polemik Kebijakan Distribusi LPG 3 Kg, Pengecer Jadi Sub Pangkalan

Jakarta, Sekaltim.co – Antrean panjang warga untuk mendapatkan gas LPG 3 kilogram (gas melon) di berbagai kota telah memicu keresahan masyarakat.

Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia membantah adanya kelangkaan stok.

Dalam rapat kerja dengan Komisi VII DPR RI pada Senin 3 Februari 2025 yang disiarkan di kanal Youtube TVR DPR RI dengan agenda Pembahasan Rencana Umum Ketenagalistrikan Nasional (RUKN), Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa stok gas subsidi tersedia mencukupi untuk tiga bulan ke depan.

“Tidak ada barang yang langka, semua stok ada. Stok LPG untuk 3 bulan ke depan itu lengkap ada, cuman distribusinya saja yang sedang ditata,” ujar Bahlil dalam rapat tersebut.

Permasalahan muncul setelah adanya kebijakan baru terkait penataan distribusi gas melon, yang mengakibatkan pengecer tidak lagi bisa menjual langsung ke konsumen.

Kondisi ini memaksa masyarakat harus mengantre panjang di pangkalan resmi, berbeda dari sebelumnya di mana mereka bisa dengan mudah membeli di warung-warung sekitar rumah.

Anggota DPR RI, Zulfikar Hamonangan, dalam rapat tersebut menyuarakan keresahan masyarakat di daerah pemilihannya di Banten.

“Hari ini betul-betul sedang heboh persoalan masalah kelangkaan gas 3 kilo. Saya memohon dalam rapat pertemuan sore hari ini, cabut segera. Cabut, tarik, dan sampaikan kepada Pertamina untuk menunda sementara pemberian izin kepada pengecer,” tegasnya.

Menanggapi desakan tersebut, Bahlil justru balik menantang Komisi VII DPR dengan pertanyaan apakah mereka menginginkan sistem penjualan gas melon kembali ke cara lama tanpa penataan.

Menurutnya, penataan ini penting untuk memastikan subsidi tepat sasaran dan menghindari praktik oplosan yang merugikan negara.

“Ini menyangkut uang subsidi Rp87 triliun. Kita lakukan penataan namun saya juga mengakui ada laporan yang masuk ke saya terkait adanya pungutan tidak resmi dalam proses perizinan,” ungkap Bahlil.

Sebagai solusi, Kementerian ESDM bersama Pertamina merencanakan untuk menaikkan status pengecer menjadi sub-pangkalan dengan persyaratan minimal.

“Menyangkut dengan pengencer, kita naikkan statusnya menjadi sub-pangkalan dengan syarat yang minimal mungkin. Tetapi kalau wilayah yang bisa masuk teknologi, kita pakai standar pelayanannya seperti di pangkalan. Tujuannya agar kita tahu dijual ke siapa dan harganya bisa terkontrol,” jelas Bahlil.

Sementara itu, beredar isu di masyarakat tentang adanya gas melon berwarna pink yang diduga non-subsidi. Pertamina dengan tegas membantah hal tersebut.

Pihak Pertamina menegaskan bahwa saat ini mereka hanya menjual gas non-subsidi dalam kemasan 5,5 kg dan 12 kg.

Gas 3 kg berwarna pink yang pernah ada merupakan program uji pasar pada tahun 2018 yang hanya berlangsung selama 6 bulan dengan jumlah terbatas di Jakarta dan Surabaya.

Para pengamat menilai bahwa timing kebijakan penataan distribusi ini kurang tepat, mengingat situasi politik dan ekonomi yang sedang sensitif.

Pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo sedang menghadapi berbagai tantangan, termasuk pemangkasan anggaran dan tuntutan pembayaran tunjangan kinerja dosen yang tertunda selama lima tahun di era sebelumnya.

Kondisi antrean panjang gas melon ini dikhawatirkan dapat memicu gejolak sosial yang lebih luas jika tidak segera diatasi.

Untuk mengatasi situasi ini, Kementerian ESDM berjanji akan segera melakukan koordinasi intensif dengan Pertamina untuk mempercepat proses perizinan sub-pangkalan bagi para pengecer yang sudah memenuhi syarat.

Proses ini akan dilakukan tanpa biaya tambahan dan akan disertai dengan pelatihan penggunaan sistem digital untuk memastikan transparansi distribusi. (*)

Simak berita Sekaltim.co lainnya di tautan Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button