PERKARA

Sidang Lanjutan Sengketa Pilkada Kukar 2024 di MK Persoalkan Periode Jabatan Edi Damansyah

Jakarta, Sekaltim.co – Mahkamah Konstitusi (MK) kembali menggelar Sidang Pemeriksaan Lanjutan terkait Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Kutai Kartanegara Tahun 2024 pada Kamis, 13 Februari 2025, disiarkan live di kanal Youtube Mahkamah Konstitusi.

Sidang ketiga untuk Perkara Nomor 195/PHPU.BUP-XXIII/2025 ini menjadi sorotan karena mempersoalkan status periode jabatan Edi Damansyah sebagai calon bupati terpilih.

Polemik Penghitungan Masa Jabatan

Dalam persidangan yang dipimpin Ketua MK Suhartoyo dengan didampingi Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh dan M. Guntur Hamzah, fokus utama pembahasan adalah interpretasi masa jabatan Edi Damansyah.

Pemohon, yakni Pasangan Calon Nomor Urut 03 Dendi Suryadi dan Alif Turiadi, mendalilkan bahwa Edi Damansyah telah menjabat dua periode: pertama sebagai Pelaksana Tugas (9 April 2018–13 Februari 2019) dan kedua sebagai Bupati Definitif (14 Februari 2019-25 Februari 2021).

Ahli hukum Fitra Arsil yang dihadirkan Pemohon menegaskan pentingnya menjaga ketat aturan pemilihan kembali pemimpin daerah.

Mengutip beberapa Putusan MK sebelumnya, termasuk Putusan Nomor 22/PUU-VII/2009, ia menyatakan bahwa masa jabatan yang telah dijalani setengah atau lebih dari setengah periode dihitung sebagai satu periode penuh, terlepas dari statusnya sebagai pejabat definitif maupun sementara.

“Jika diteliti tentang konsistensi MK terhadap hal ini, sangat kuat dan tidak mengakomodasi upaya memperluas makna dengan tujuan memperpanjang waktu menjabat. Secara nyata MK menolak kontroversi penghitungan bukan berdasarkan waktu pelantikan, bukan juga ketika menjadi pejabat definitif, MK keluar dari kontroversi penghitungan waktu dan atribut nama jabatan serta kembali pada hakikat jabatan yang telah dijalani, apapun proses penerimaan jabatan yang disandang. MK menolak tafsir dengan maksud memperluas makna satu periode masa jabatan. Sikap MK ini sudah menyelesaikan semua kontroversi dan secara jelas memberikan kepastian hukum,” jelas Fitra.

Pandangan Para Ahli Tentang Status Plt Bupati

Zainal Arifin Mochtar, ahli yang dihadirkan Pihak Terkait, memberikan perspektif berbeda mengenai perhitungan masa jabatan. Ia menekankan bahwa tidak boleh ada pemimpin ganda dalam waktu bersamaan.

Menurutnya, status wakil kepala daerah yang menggantikan sementara tidak bisa dianggap sebagai kepala daerah definitif, karena kepala daerah yang asli belum diberhentikan secara definitif.

“Segala konsep administrasinya melekat sebagai wakil daerah bukan sebagai kepala daerah. Sumpahnya menjadi penanda utama, termasuk sumpah yang dipegang wakil kepala daerah yang ditetapkan mewakili kepala daerah itu. Dia tidak pernah disumpah sebagai kepala daerah, hanya saja dia disuruh melaksanakan tugas sebagai kepala daerah, sehingga harus dibedakan pejabat definitif dengan pejabat pengganti sementara,” kata Zainal.

Herdiansyah Hamzah, ahli lainnya, menegaskan bahwa masa jabatan kepala daerah dimulai saat pelantikan karena merupakan momentum peralihan kekuasaan dan pengucapan sumpah jabatan.

Herdinsyah berpendapat bahwa status Plt tidak bisa dihitung dalam periodisasi jabatan karena pada dasarnya masih dalam status wakil kepala daerah.

“Dalam pendapat saya, Yang Mulia, Plt. tidak bisa dihitung sebagai periodisasi masa jabatan,” kata Herdiansyah.

Kronologi Penugasan dan Status Hukum

Berdasarkan kesaksian Rudiansyah, mantan Wakil Ketua DPRD periode 2014-2019, penetapan Edi Damansyah sebagai Plt Bupati dilakukan melalui beberapa tahap:
– 10 Oktober 2017: Penugasan sebagai Plt Bupati melalui surat tugas Gubernur
– 9 April 2019: Pengukuhan sebagai Plt Bupati
– 14 Februari 2019: Pengangkatan sebagai Bupati definitif hingga 2021

Hasyim Asy’ari, ahli dari pihak KPU (Termohon), menjelaskan bahwa berdasarkan Putusan MA Nomor 42/2024 dan Putusan MK Nomor 2/2023, status Plt yang dijalankan oleh wakil kepala daerah tidak dapat dikategorikan sebagai pejabat definitif atau sementara, karena wakil kepala daerah tetap menjalankan tugasnya tanpa meninggalkan jabatan aslinya.

“Pasal 19 PKPU itulah yang menambahkan klausul dilakukan sejak pelantikan merujuk pada pelantikan pejabat definitif dan sementara, sedangkan Plt oleh Wakil Kepala Daerah tidak dapat dikategorikan pejabat definitif atau sementara. Karena pada dasarnya, wakil kepala daerah dalam melaksanakan tugas kepala daerah dalam hal tertentu apabila kepala daerah menjalani masa tahanan atau diberhentikan sementara, maka dalam melaksanakan tugas tersebut wakil kepala daerah tanpa meninggalkan jabatan sebagai wakil kepala daerah. oleh karenanya permohonan para Pemohon tidak beralasan hukum,” urai Hasyim.

Hasil Pilkada Kukar dan Proses Hukum

Pada Pilkada Kutai Kartanegara 2024, perolehan suara menunjukkan:
– Paslon No. 1 (Edi Damansyah-Rendi Solihin): 259.489 suara
– Paslon No. 2 (Awang Yacub-Ahmad Zais): 34.763 suara
– Paslon No. 3 (Dendi Suryadi-Alif Turiadi): 83.513 suara

Pemohon meminta MK memerintahkan KPU Kabupaten Kutai Kartanegara untuk melaksanakan pemungutan suara ulang yang hanya diikuti oleh Paslon Nomor 2 dan 3, dengan argumen bahwa Edi Damansyah telah menjabat lebih dari dua periode.

Rencana pelantikan serentak pada 20 Februari 2025 bergantung pada putusan tersebut.

Kasus ini menjadi salah satu dari 249 daerah yang mengajukan gugatan ke MK dari total 545 daerah yang melaksanakan Pilkada serentak 2024.

Putusan MK dalam perkara ini akan menjadi preseden penting dalam penghitungan masa jabatan kepala daerah, khususnya terkait status Plt yang dijabat oleh wakil kepala daerah. (*)

Simak berita Sekaltim.co lainnya di tautan Google News

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button