Mahasiswa Unri Dipolisikan Terkait Kritik Kenaikan Biaya Kuliah, KIKA Desak Rektor Hormati Kebebasan Akademik
SEKALTIM.CO – Peristiwa pelaporan mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Riau (Unri), Khariq Anhar, ke Polda Riau terkait konten video yang mengkritik kenaikan biaya kuliah telah memicu reaksi keras dari Kaukus Indonesia untuk Kebebasan Akademik (KIKA).
Lembaga yang memperjuangkan kebebasan akademik ini menilai tindakan Rektor Unri, Prof Sri Indarti, sebagai bentuk represi dan kriminalisasi terhadap mahasiswa yang menyuarakan aspirasi atas kebijakan kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT).
Menurut KIKA dalam keterangan persnya pada 8 Mei 2024, Khariq Anhar dilaporkan setelah mengkritik kebijakan UKT yang juga mencakup Iuran Pembangunan Institusi (IPI) di lingkungan Unri. Sebelumnya, Khariq bersama Aliansi Mahasiswa Penggugat (AMP) telah mengundang Rektor Unri untuk diskusi terbuka mengenai isu tersebut, namun ajakan itu tidak mendapat tanggapan.
Juru bicara KIKA, Herdiansyah Hamzah, menegaskan bahwa tindakan represi yang dilakukan Rektor Unri dengan melaporkan mahasiswa merupakan bentuk pembungkaman yang jelas melanggar kebebasan akademik. Ia mengutip UU No. 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Pasal 9 (1), yang menjamin kebebasan sivitas akademika dalam mendalami dan mengembangkan ilmu pengetahuan secara bertanggung jawab.
“Sebagaimana dijelaskan dalam UU no. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi, Pasal 9 (1), dijelaskan Kebebasan akademik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) merupakan kebebasan Sivitas Akademika dalam Pendidikan Tinggi untuk mendalami dan mengembangkan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi secara bertanggung jawab melalui pelaksanaan Tridharma,” ungkap Herdiansyah.
Lebih lanjut, Herdiansyah menegaskan bahwa kebebasan untuk berkumpul, berserikat, dan menyampaikan aspirasi dalam dunia pendidikan tinggi merupakan hak yang melekat pada seluruh sivitas akademika, sebagaimana dijamin dalam Pasal 19 Kovenan SIPOL (ICCPR/ Indonesia ratifikasi dalam UU No.12 Tahun 2005) sebagai bagian dari kebebasan berekspresi, dan Pasal 13 Kovenan EKOSOB (ICESCR/Indonesia ratifikasi dalam UU No.11 Tahun 2005) sebagai bagian dari hak atas pendidikan.
“Sehingga perenggutan, pendisiplinan, bahkan serangan terhadap kebebasan akademik kepada mahasiswa seperti yang terjadi di Unri dapat dikategorikan sebagai pelanggaran HAM!” tegas Herdiansyah.
KIKA mengingatkan Rektor Unri agar memahami prinsip-prinsip kebebasan akademik yang tertuang dalam Surabaya Principles on Academic Freedom 2017 (SPAF) yang telah diadopsi dalam Standar Norma & Pengaturan (SNP) Kebebasan Komnas HAM. Khususnya pada standar 4 dan 5 yang menyatakan bahwa insan akademis harus bebas dari pembatasan dan pendisiplinan dalam mengembangkan budaya akademik yang bertanggung jawab, serta otoritas publik memiliki kewajiban untuk menghargai, melindungi, dan memastikan langkah-langkah untuk menjamin kebebasan akademik.
Atas peristiwa ini, KIKA menuntut beberapa hal kepada Rektor Unri, di antaranya:
1. Menolak kebijakan UKT bukan tindak pidana, dan mengakui hak mahasiswa untuk menyampaikan pendapat sebagai kebebasan berekspresi dan kebebasan akademik yang dijamin undang-undang.
2. Mengimbau pihak kepolisian untuk tidak berhadap-hadapan dengan mahasiswa yang menolak kenaikan UKT.
3. Mengakui bahwa tindakan Rektor Unri yang membatasi kebebasan akademik adalah pelanggaran hukum dan HAM.
4. Mengimbau Komnas HAM dan Kemenristek untuk menegur tindakan Rektor Unri.
5. Meminta Kapolri untuk memerintahkan Kapolda Riau agar tidak memproses pengaduan karena tidak ada hukum yang dilanggar.
Dengan tegas, KIKA menyerukan agar Rektor Unri menghormati kebebasan akademik dan menghentikan upaya kriminalisasi terhadap mahasiswa yang menyuarakan aspirasi terkait kebijakan kampus. Kasus ini diharapkan dapat menjadi pelajikan bagi seluruh institusi pendidikan tinggi di Indonesia untuk menjunjung tinggi prinsip kebebasan akademik sebagai bagian dari hak asasi manusia dalam dunia pendidikan. (dui)