Putusan Pilgub Kaltim di MK, Permohonan Pemohon Tidak Dapat Diterima

Sekaltim.co – Mahkamah Konstitusi (MK) secara resmi menyatakan tidak dapat menerima permohonan Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur Kalimantan Timur Nomor Urut 1 Isran Noor-Hadi Mulyadi dalam Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) Gubernur Kalimantan Timur.
Putusan yang disiarkan live melalui kanal Youtube Mahkamah Konstitusi RI ini disampaikan Ketua MK Suhartoyo dalam Sidang Pengucapan Putusan Nomor 262/PHPU.GUB-XXIII/2025 pada Rabu, 5 Februari 2025.
Dalam sidang yang dihadiri delapan hakim konstitusi di Gedung I MK, Jakarta, Suhartoyo tegas menyatakan, “Menyatakan permohonan Pemohon tidak dapat diterima.”
Putusan ini merupakan respons terhadap permohonan yang diajukan pasangan Isran Noor-Hadi Mulyadi yang diusung oleh Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) dan Partai Demokrat.
Hakim Konstitusi Arief Hidayat merinci pertimbangan hukum MK terkait dalil kartel politik yang diajukan pemohon.
Ia menegaskan bahwa tuduhan adanya upaya membentuk pasangan calon tunggal tidak terbukti, mengingat Pilgub Kalimantan Timur diikuti oleh dua pasangan calon.
MK mengacu pada Putusan MK Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang telah mendesain ulang ambang batas pengajuan pasangan calon kepala daerah.
Aturan baru ini membatasi partai politik pada kisaran 6,5 persen hingga 10 persen untuk mencegah dominasi dan munculnya calon tunggal.
Dalam perhitungan suara, Pemohon meraih 793.793 suara, sementara Pihak Terkait (Pasangan Calon Nomor Urut 2) memperoleh 996.399 suara.
Terdapat selisih 202.606 suara atau 11,3 persen, yang menjadi salah satu pertimbangan MK dalam menolak permohonan.
Sidang Pemeriksaan Pendahuluan yang dilaksanakan pada 9 Januari 2025 mencatat empat poin dugaan pelanggaran yang diajukan Pemohon: kartel politik, politik uang (money politic), pelibatan aparat dan struktur pemerintahan, serta penyelenggara pemilu yang tidak netral.
Namun, MK menilai dalil-dalil tersebut tidak cukup kuat untuk mengabulkan permohonan.
Arief Hidayat menegaskan, “Berdasarkan fakta hukum, tidak terdapat politik borong partai koalisi sebagaimana didalilkan Pemohon. Dengan demikian, permohonan a quo tidak beralasan menurut hukum.”
Pasangan calon nomor urut 2 diusung oleh partai-partai yang tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) Plus, yang menurut MK tidak dapat dikategorikan sebagai upaya kartel politik.
Putusan MK ini secara definitif menolak permohonan Pasangan Calon Nomor Urut 1, dengan menyatakan bahwa Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan tersebut. (*)